Jakarta, suararepubliknews.com – Presiden Joko Widodo (Jokowi) pada Selasa (27/8) di Istana Kepresidenan, Jakarta, memberikan apresiasi atas langkah cepat Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dalam merespons suara rakyat terkait pembatalan revisi Undang-Undang Pilkada. Jokowi menilai tindakan cepat tersebut menunjukkan respons yang baik dari DPR. “Saya menghargai langkah cepat DPR dalam menanggapi situasi yang berkembang, respons yang cepat adalah hal yang baik, sangat baik,” ujar Jokowi.
Keputusan ini mengembalikan syarat pencalonan kepala daerah untuk Pilkada 2024 sesuai dengan putusan Mahkamah Konstitusi (MK). Jokowi juga berharap langkah serupa dapat dilakukan oleh DPR untuk menyelesaikan berbagai aturan penting lainnya.
Jokowi Soroti RUU Perampasan Aset sebagai Prioritas
Dalam pernyataannya, Jokowi mendorong DPR untuk segera menyelesaikan Rancangan Undang-Undang Perampasan Aset, yang dianggap penting dalam upaya pemberantasan korupsi di Indonesia. “Misalnya seperti Rancangan Undang-Undang Perampasan Aset yang juga sangat penting untuk pemberantasan korupsi di negara kita, juga bisa segera diselesaikan oleh DPR,” tegasnya.
Selain itu, Jokowi juga memberikan apresiasi terhadap aksi demonstrasi damai yang terjadi di beberapa daerah, sebagai bentuk penyampaian aspirasi yang sehat dalam demokrasi. Ia berharap aksi serupa dapat tetap berjalan tertib dan tidak mengganggu ketertiban umum. Presiden bahkan menyarankan agar para pendemo yang ditahan segera dibebaskan.
Pengamat: Jokowi Sedang Bangun Dinasti Politik?
Seperti dilansir dari media VOA, di balik pernyataan tersebut, muncul pandangan berbeda dari Pengamat Politik Universitas Al-Azhar Indonesia, Ujang Komaruddin. Menurutnya, pernyataan Jokowi hanya bertujuan untuk mendinginkan suasana di tengah kemarahan publik. Ujang menyebut revisi UU Pilkada yang sempat dikebut oleh DPR diduga bertujuan memuluskan langkah putra bungsu Jokowi, Kaesang Pangarep, untuk ikut kontestasi Pilkada, meski usia Kaesang belum memenuhi batas usia pencalonan kepala daerah yang ditetapkan MK.
“Masyarakat paham bahwa revisi UU pilkada mengarah pada Jokowi yang berkehendak memaksakan anaknya, Kaesang, agar bisa maju menjadi calon gubernur maupun calon wakil gubernur,” kata Ujang. Hal ini, menurutnya, menjadi pemicu aksi protes di berbagai daerah, yang akhirnya memaksa pemerintah membatalkan revisi tersebut.
Ujang juga menuding bahwa Jokowi ingin membangun dinasti politik sebelum masa jabatannya berakhir pada Oktober mendatang, dengan menggunakan otoritasnya untuk mengatur aturan politik. Ia menilai bahwa Jokowi pernah berhasil mendorong putra sulungnya, Gibran Rakabuming Raka, dan menantunya, Bobby Nasution, dalam kancah politik. Namun kali ini, publik menunjukkan penolakan yang kuat terhadap langkah yang diduga memuluskan jalan bagi Kaesang.
Paradoks RUU Perampasan Aset: Sinyal Keseriusan atau Gimmick Politik?
Di sisi lain, Ujang juga mempertanyakan keseriusan Jokowi terkait dorongan pengesahan RUU Perampasan Aset. Menurutnya, jika Jokowi benar-benar serius, RUU tersebut seharusnya bisa disahkan sejak lama. “Kenapa Jokowi bisa mendorong intervensi kepada politik, cawe-cawe kepada politik, tetapi kenapa urusan UU perampasan aset itu tidak dieksekusi?” tanya Ujang, menyoroti adanya ketidakkonsistenan.
Bagi Ujang, publik mungkin melihat pernyataan Jokowi ini sebagai sekadar ucapan manis di penghujung masa jabatannya, tanpa dorongan nyata untuk segera menuntaskan aturan yang disebut penting untuk pemberantasan korupsi. “Jadi saya melihat yang dilakukan oleh Pak Jokowi haknya untuk mengatakan itu, tetapi publik melihatnya bahwa ucapan yang dianggap tidak serius karena masa jabatannya akan berakhir,” tutupnya. (Stg)