Jakarta, suararepubliknews.com – Minggu, 15 September 2024. Mantan Menteri Kelautan dan Perikanan, Susi Pudjiastuti, mengekspresikan kekecewaannya terhadap kebijakan pemerintah Joko Widodo (Jokowi) yang kembali membuka ekspor pasir laut setelah sempat dilarang selama dua dekade. Melalui akun media sosial X miliknya, @susipudjiastuti, Susi membagikan emoticon menangis saat memposting ulang pemberitaan mengenai kebijakan tersebut, yang telah menjadi viral dan dibagikan lebih dari 19 ribu kali oleh warganet.
Pembukaan kembali ekspor pasir laut ini diatur dalam Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 21 Tahun 2024, yang merevisi kebijakan sebelumnya dan mengizinkan perusahaan untuk mengekspor pasir laut. Susi, yang selama menjabat sebagai Menteri Kelautan dan Perikanan dikenal karena kebijakan tegasnya dalam menjaga kelautan Indonesia, memberikan sinyal kuat atas ketidaksetujuannya terhadap keputusan ini.
Kontroversi Dibalik Kebijakan Ekspor Pasir Laut
Kebijakan ini telah memicu reaksi luas, tidak hanya dari Susi, tetapi juga dari berbagai kalangan lingkungan, termasuk Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi). Manajer Kampanye Pesisir Laut dan Pulau Kecil Walhi, Parid Ridwanuddin, mengkritik tajam kebijakan pemerintah Jokowi yang membuka kembali keran ekspor pasir laut. Parid menyebut bahwa tindakan tersebut setara dengan “menjual kedaulatan Indonesia kepada negara lain.”
Menurut Parid, penambangan pasir laut tidak hanya merusak lingkungan, tetapi juga berpotensi menyebabkan penyusutan daratan Indonesia, terutama di daerah pesisir. Ia mencontohkan negara tetangga Singapura yang terus memperluas wilayahnya melalui reklamasi yang menggunakan pasir laut dari Indonesia. “Kerugiannya adalah selain pulau-pulau hilang, daratan Indonesia semakin mengecil, tapi daratan tetangga, Singapura, semakin meluas,” katanya.
Perebutan Izin Penambangan Pasir Laut
Setelah peraturan ini disahkan, puluhan perusahaan telah mendaftarkan izin untuk menambang pasir laut. Setidaknya 66 perusahaan saat ini tengah mengantre untuk mendapatkan izin dari Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP). Pemerintah telah menetapkan tujuh lokasi pembersihan hasil sedimentasi di perairan laut Jawa, Selat Makassar, Natuna, dan Natuna Utara. Lokasi-lokasi ini termasuk wilayah perairan di Kabupaten Demak, Kota Surabaya, Kabupaten Cirebon, Kabupaten Indramayu, Kabupaten Karawang, Kutai Kartanegara, dan Pulau Karimun di Provinsi Kepulauan Riau.
Kebijakan ekspor pasir laut ini, meskipun dilatarbelakangi oleh kebutuhan pembersihan sedimentasi di beberapa wilayah perairan, tetap dianggap sebagai langkah yang kontroversial oleh banyak pihak. Parid Ridwanuddin dari Walhi menegaskan bahwa efek jangka panjang dari penambangan ini akan berdampak pada lingkungan dan kedaulatan negara, terutama ketika sumber daya alam Indonesia dieksploitasi untuk kepentingan negara lain.
Dampak Lingkungan dan Kedaulatan
Selain dampak lingkungan, penambangan pasir laut dikhawatirkan akan memperburuk kondisi pesisir dan pulau-pulau kecil di Indonesia yang rawan tenggelam akibat erosi dan abrasi. “Artinya kalau pemerintah mengekspor pasir laut itu, artinya dia menjual kedaulatan Indonesia kepada negara lain dan ini berbahaya,” ujar Parid.
Keputusan pemerintah ini membuka diskusi yang lebih luas tentang bagaimana kebijakan lingkungan dan ekonomi harus seimbang, serta bagaimana Indonesia dapat menjaga kedaulatan wilayahnya di tengah tekanan ekonomi dan kebutuhan akan pembangunan infrastruktur. Reaksi emosional Susi Pudjiastuti menjadi representasi dari keprihatinan banyak pihak yang peduli terhadap masa depan kelautan Indonesia. **