Tangerang, suararepubliknews.com – Selasa, 20 Agustus 2024, sebuah insiden yang mencerminkan ketidakpedulian terhadap kebebasan pers terjadi di SMA Negeri 2 Kota Tangerang. Eliaman, seorang jurnalis dari Media Otonomi, mengalami perlakuan tidak pantas saat berupaya melakukan konfirmasi dan wawancara dengan Kepala Sekolah terkait Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) 2024. Usahanya untuk menjalankan tugas jurnalistiknya dihalangi secara langsung oleh seorang satpam sekolah.
Kebebasan Pers Dipasung oleh Oknum Satpam
Kejadian yang terjadi saat Eliaman berupaya mendapatkan informasi terkait proses PPDB dan proses pembelajaran di SMA Negeri 2 Kota Tangerang ini menimbulkan kekecewaan besar. Dalam keterangannya kepada redaksi Suara Republik pada Selasa (20/08/2024), Eliaman mengungkapkan rasa frustrasinya terhadap tindakan satpam yang tidak hanya menghalangi pekerjaannya, tetapi juga merusak citra transparansi lembaga pendidikan tersebut. “Tujuan saya datang untuk mendapatkan informasi yang seharusnya bisa diberikan kepada publik, namun saya justru dihadang tanpa alasan yang jelas,” ungkap Eliaman.
Reaksi Keras dari Kalangan Pers: Tindakan Tidak Bermoral dan Melanggar Hukum
Tindakan satpam tersebut langsung mendapat reaksi keras dari komunitas jurnalis di Kota Tangerang. Kepala Biro Media Otonomi wilayah Tangerang, dengan tegas mengutuk tindakan penghalangan ini. “Ini adalah bentuk arogansi dan pengabaian terhadap fungsi pers yang seharusnya dihormati. Tindakan ini tidak hanya tidak etis, tetapi juga melanggar undang-undang,” tegasnya.
Dorhan Marbun, Pemimpin Redaksi Metrojaya dan anggota Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Kota Tangerang, juga memberikan komentar tajam terkait insiden ini. Ia menyatakan bahwa tindakan satpam tersebut bisa dianggap sebagai pelanggaran serius terhadap Undang-Undang Pers. “Wartawan berhak untuk mendapatkan akses informasi, dan penghalangan seperti ini berpotensi dikenai sanksi pidana. Ini bukan sekadar masalah etika, ini masalah hukum,” ujar Dorhan dengan nada serius. Ia juga menekankan bahwa jika pihak sekolah tidak segera memberikan klarifikasi, langkah hukum akan ditempuh.
Independen Sosial Control: Tindakan yang Mengkhianati Demokrasi dan Kebebasan Informasi
Ketua Independen Sosial Control (ISC), Maripin Munthe, mengingatkan bahwa tindakan menghalangi tugas jurnalistik bukan hanya sekadar pelanggaran administratif, tetapi juga merupakan ancaman serius terhadap demokrasi dan kebebasan informasi. “Ini adalah pelanggaran terang-terangan terhadap Pasal 18 Ayat (1) UU Pers No. 40 Tahun 1999, yang jelas-jelas mengatur sanksi pidana bagi siapa saja yang menghalangi kerja jurnalis. Hukuman penjara hingga dua tahun atau denda maksimal Rp500 juta bisa dikenakan,” jelas Maripin. Ia menegaskan bahwa kejadian serupa tidak boleh terulang di lembaga pendidikan manapun.
Sorotan Publik: Penghormatan Terhadap Pers adalah Keharusan
Insiden ini telah memancing perhatian publik dan menjadi isu yang menyoroti pentingnya penghormatan terhadap tugas jurnalis sebagai pengawas sosial. “Tugas kami adalah menyampaikan informasi yang benar dan akurat kepada masyarakat, dan ini tidak boleh dihalangi oleh pihak manapun,” tegas Eliaman, yang masih menanti klarifikasi dari pihak sekolah.
Kejadian di SMA Negeri 2 Kota Tangerang ini menjadi pengingat keras bagi semua institusi untuk menghormati hak-hak pers. Wartawan adalah pilar penting dalam demokrasi, dan upaya menghalangi mereka hanya akan merusak kepercayaan publik terhadap transparansi dan akuntabilitas lembaga pendidikan serta pemerintahan. (Ros/Red)