Keadaan Pasien M Panji Wijaya keadaan sekarat di RSUD Cengkareng
Jakarta, Suara republik, news – Kematian pasien berinisial M Panji Wijaya ( MPW )
diduga penanganan medis yang terlambat di Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Cengkareng menjadi penyebabnya.
Salah seorang kerabat pasien yang juga dikenal dengan inisial B, mengungkapkan kronologi peristiwa yang memilukan ini. Peristiwa tersebut terjadi pada Selasa (15/8/2023) sekitar pukul 02.00 WIB hingga 17.22 WIB.
Konfirmasi Wartwan Suararepubliknews kepada Staff RSUD Cinngkareng melalui whatshap
Awalnya, B bersama keluarga membawa MPW tengah mengalami sakit ke RSUD Cengkareng dalam kondisi mendesak. Namun, menurut keterangan kerabat pasien( B) bahwa Pasien tidak mendapatkan perawatan kurang- lebih 15 jam karena alasan ketiadaan kamar kosong.
Dalam situasi yang semakin mendesak, keluarga pasien memutuskan untuk meminta bantuan dari media. Kabar tentang rencana media untuk meliput kasus ini diduga mendorong pihak rumah sakit untuk akhirnya memberikan perawatan kepada pasien dengan memberikan oksigen walaupun belum mendapat kamar.
Itupun menurut B liat infusan tdk berjalan dan oksigen pun hanyalah formalitas
Dan juga pihak rs sempat mengajukan pindah RS entah alasan apa, dan pihak keluarga keberatan karena repot dan pikiran kacau dan bingung,
Saat wartawan Suararepubliknews.com konfirmasi ke RSUD Cengkareng
Akhirnya pihak RS meminta penolakan atas rujukan dari RS tersebut, pada akhirnya pasien meninggal jam 4 dini hari
Tim media mencoba mengkonfirmasi kejadian ini kepada pihak rumah sakit, tetapi humas sedang tidak berada di tempat.
Staff humas RSUD Cengkareng, Bapak Al Yanto, menjelaskan bahwa surat laporan telah diajukan ke sekretariat dan sedang menunggu disposisi dari direktur untuk tindakan lebih lanjut. Namun, hingga saat ini, belum ada tanggapan resmi dari rumah sakit terkait insiden ini.
Meninggalnya MPW telah membuka kembali perbincangan tentang kualitas layanan dan kepatuhan terhadap undang-undang di fasilitas pelayanan kesehatan. Undang-undang yang mengatur bahwa dalam situasi darurat, pelayanan medis harus diberikan tanpa penolakan atau permintaan uang muka, semakin menarik perhatian. Undang-undang tersebut, yakni Pasal 32 dari Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan (“UU Kesehatan”), mengamanatkan bahwa rumah sakit harus menyelamatkan nyawa pasien dalam keadaan darurat.
Tak hanya itu, undang-undang juga mengenakan sanksi pidana bagi rumah sakit yang tidak memberikan pertolongan pada pasien yang sedang dalam keadaan gawat darurat. Dalam Pasal 190 ayat (1) dan (2) UU Kesehatan, pimpinan dan tenaga kesehatan yang dengan sengaja tidak memberikan pertolongan pertama pada pasien gawat darurat dapat dikenai hukuman penjara dan denda.
Situasi ini juga mendukung pernyataan dalam Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit (“UU Rumah Sakit”), yang menegaskan bahwa rumah sakit wajib memberikan pelayanan gawat darurat sesuai dengan kemampuannya. Kondisi MPW yang mengalami gawat darurat seharusnya menjadi prioritas utama dalam penanganan rumah sakit untuk mencegah kecacatan atau bahkan kematian.
Rosita/ team