Medan, Suara republiknews. Com– Kasus dugaan pemalsuan logo adat Minang oleh sebuah pabrik krupuk sanjai di Kota Medan tengah menjadi perbincangan hangat. Para pengusaha krupuk sanjai asal Bukittinggi mengaku merasa dirugikan akibat penggunaan logo tersebut tanpa izin, 16/2/2025.
Pabrik krupuk yang berlokasi di Jl. Pelajar Timur Gg. Klp. No.19, Binjai, Kecamatan Medan Denai, Kota Medan, Sumatera Utara ini diketahui dimiliki oleh Iramisari. Pabrik tersebut diduga menggunakan merek atau logo krupuk sanjai dengan simbol adat Minang pada kemasannya. Tak hanya itu, spanduk dengan gambar rumah adat Minang juga terpasang di depan toko mereka.
Saat dikonfirmasi langsung oleh tim media, pihak pabrik mengakui bahwa mereka bukan orang Minang dan tidak memiliki hubungan apa pun dengan masyarakat Minang. Hal ini semakin memperkuat dugaan bahwa penggunaan logo adat Minang dilakukan tanpa izin.
“Kami para pengusaha krupuk sanjai di Bukittinggi merasa sangat dirugikan dengan tindakan mereka yang menggunakan logo adat Minang tanpa izin,” ujar salah satu pengusaha krupuk sanjai.
Dugaan pemalsuan merek ini melanggar ketentuan Pasal 100 – 102 Ayat (1) UU Nomor 20 Tahun 2016, yang menyatakan bahwa setiap orang yang tanpa hak menggunakan merek yang sama pada keseluruhannya dengan merek terdaftar milik pihak lain untuk barang dan/atau jasa sejenis dapat dikenakan sanksi hukum. Selain itu, berdasarkan Pasal 28 Ayat (3) UU Hak Cipta Tahun 2014, disebutkan bahwa setiap orang yang tanpa izin pencipta atau pemegang hak cipta dilarang melakukan pengadaan atau penggunaan secara komersial suatu ciptaan. Pelanggaran terhadap ketentuan ini dapat dikenakan sanksi pidana hingga 5 tahun penjara atau denda sebesar Rp 2.000.000.000
Para pengusaha krupuk sanjai Bukittinggi meminta kepada instansi pemerintah terkait untuk segera menutup pabrik tersebut. Mereka menilai tindakan ini sangat merugikan para pengusaha asli yang selama ini menjaga kualitas dan identitas asli krupuk sanjai khas Minang.
Hingga berita ini diturunkan, pihak terkait belum memberikan tanggapan resmi mengenai dugaan pemalsuan ini. Namun, kasus ini terus menjadi sorotan publik, khususnya di kalangan masyarakat Minang yang merasa identitas budayanya disalahgunakan.
( Rosita _ Redaksi)