Perubahan Paradigma Penegakan Hukum di Indonesia: Dari Pendekatan Retributif Menuju Restoratif, Korektif, dan Rehabilitatif untuk Mewujudkan Sistem Hukum Humanis dan Berkeadilan
Jakarta, suararepubliknews.com – Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum (JAM-Pidum) Prof. Dr. Asep Nana Mulyana menyampaikan perubahan signifikan dalam paradigma penegakan hukum di Indonesia yang tengah terjadi. Selama ini, sistem hukum Indonesia lebih menekankan pendekatan retributif, yakni pembalasan dan penghukuman terhadap pelaku kejahatan. Namun, kini paradigma tersebut bergeser ke pendekatan yang lebih modern berbasis restoratif, korektif, dan rehabilitatif.
“Perubahan ini merupakan bagian dari upaya menciptakan sistem hukum yang tidak hanya didasarkan pada kepastian hukum, tetapi juga menjunjung tinggi nilai keadilan dan bermanfaat bagi masyarakat luas,” ujar JAM-Pidum saat menjadi pembicara utama dalam acara Studium Generale di Universitas Borobudur, Jakarta, pada Sabtu (14/9).
Membangun Paradigma Baru untuk 500
Tema “Paradigma Baru Penegakan Hukum Menuju Indonesia Emas” yang diusung dalam paparan JAM-Pidum sangat relevan dengan visi besar Indonesia untuk menjadi negara maju pada tahun 2045. Dalam pandangannya, penegakan hukum yang hanya berfokus pada pembalasan dan hukuman penjara tidak lagi relevan dengan tuntutan zaman. Pendekatan hukum yang lebih manusiawi diperlukan, di mana sistem hukum harus menjaga harkat dan martabat manusia serta mampu memulihkan harmoni dalam masyarakat.
“Kami ingin menciptakan sistem hukum yang lebih manusiawi, yang tidak hanya menegakkan aturan tetapi juga mengembalikan harmoni dan keadilan di masyarakat,” tegasnya.
Penerapan Sistem Peradilan Pidana Terpadu (ICJS) dan Restoratif Justice
JAM-Pidum menjelaskan pentingnya penerapan Sistem Peradilan Pidana Terpadu (Integrated Criminal Justice System/ICJS), yang memungkinkan koordinasi sinergis antara penyidikan, penuntutan, peradilan, dan eksekusi. Dengan ICJS, setiap tahap dalam proses hukum diharapkan berjalan lebih efisien dan transparan, mengurangi potensi penyimpangan, serta memastikan bahwa keadilan benar-benar ditegakkan.
“ICJS memastikan proses penegakan hukum tidak hanya berjalan sesuai prosedur, tetapi juga sinergi antara semua elemen hukum, sehingga menghasilkan keadilan yang kita junjung tinggi,” paparnya.
Lebih jauh, JAM-Pidum menggarisbawahi penerapan Restoratif Justice (RJ) dalam penegakan hukum di Indonesia. Pendekatan ini bertujuan untuk memulihkan keadaan semula, terutama untuk pelaku yang baru pertama kali melakukan tindak pidana dan telah ada perdamaian dengan korban. Selain itu, pendekatan RJ diyakini dapat menghemat anggaran negara, menghindari kasus-kasus seperti Kakek Sarmin dan Nenek Minah yang sempat memancing perhatian publik.
Transformasi Hukum untuk Mewujudkan Indonesia Emas
Transformasi sistem penuntutan dan peningkatan akses terhadap keadilan menjadi prioritas utama dalam kebijakan hukum Indonesia ke depan. JAM-Pidum menekankan pentingnya memanfaatkan kemajuan teknologi informasi untuk mendukung penegakan hukum modern, khususnya dalam proses penuntutan dan pengawasan hukum.
Ia juga menambahkan bahwa perubahan paradigma penegakan hukum ini sudah diakomodir dalam KUHP 2023 dengan adanya alternatif pemidanaan berupa pidana pengawasan dan pidana kerja sosial yang lebih restoratif dan rehabilitatif. Pendekatan ini mencakup pencegahan, pembinaan, pembimbingan, penyelesaian konflik, serta pemulihan keseimbangan.
Sinkronisasi Sistem Hukum dan Kolaborasi Antar Elemen Penegakan Hukum
Selain itu, JAM-Pidum menegaskan pentingnya sinkronisasi antara legal substance, legal structure, dan legal culture dalam sistem hukum Indonesia. Sinkronisasi ini diperlukan agar semua elemen hukum memiliki pemahaman yang sama tentang aturan dan prinsip yang berlaku, sehingga tercipta keselarasan dan tidak terjadi tumpang tindih dalam penegakan hukum.
“Kolaborasi dan sinkronisasi menjadi kunci untuk menciptakan penegakan hukum yang harmonis, efektif, dan adil. Dengan pendekatan ini, kita dapat menghindari kesalahan yang merugikan masyarakat dan menurunkan kepercayaan publik terhadap sistem hukum,” jelasnya.
Penegakan Hukum untuk Semua Lapisan Masyarakat
JAM-Pidum mengakhiri paparannya dengan mengajak seluruh peserta Studium Generale untuk mendukung transformasi sistem hukum yang lebih humanis dan inklusif. Menurutnya, paradigma baru dalam penegakan hukum ini akan menjadi fondasi kuat bagi Indonesia dalam mencapai visi Indonesia Emas 2045.
“Kita semua memiliki peran dalam mewujudkan cita-cita besar bangsa ini. Dengan paradigma baru ini, saya yakin sistem hukum kita akan menjadi lebih kuat, lebih adil, dan lebih bermanfaat bagi seluruh rakyat Indonesia,” tuturnya.
Acara Studium Generale yang dihadiri oleh 100 peserta dari kalangan akademisi, praktisi hukum, dan mahasiswa ini ditutup dengan sesi tanya jawab yang berlangsung dinamis. Peserta menunjukkan antusiasme mereka dengan memberikan berbagai pertanyaan terkait isu-isu penting dalam penegakan hukum di Indonesia. (Mzr/Stg)