Beijing – suararepubliknews.com – Media pemerintah China, Global Times, telah merespons dengan tajam terhadap strategi perang nuklir terbaru yang diumumkan oleh Amerika Serikat (AS). Dalam sebuah artikel yang diterbitkan pada Kamis (22/8/2024), Global Times mempertanyakan motif di balik kekhawatiran Washington terhadap pengembangan senjata nuklir China, meskipun AS sendiri memiliki persenjataan nuklir terbesar dan tercanggih di dunia.
Kritik Terhadap Strategi Nuklir AS: AS Dianggap Hiperbolis
Global Times menyoroti bahwa AS memiliki lebih dari 5.000 hulu ledak nuklir, jumlah terbesar di dunia, dan terus-menerus menargetkan China dalam retorika ancaman nuklirnya. Artikel yang berjudul US Crying Wolf Over China’s ‘Nuclear Threat’ While Expanding Nuclear Arsenal ini menekankan bahwa AS menggunakan alasan perkembangan nuklir China untuk memperluas dan memodernisasi persenjataan nuklirnya.
“Dengan lebih dari 5.000 hulu ledak nuklir, AS memiliki persenjataan nuklir terbesar dan tercanggih di dunia. Jadi mengapa AS terus-menerus menargetkan China dalam retorika ancaman nuklirnya?” tulis editorial tersebut. Global Times menuduh Washington mencoba mempertahankan hegemoninya di kancah global melalui perluasan arsenal nuklirnya.
Persepsi yang Berbeda Tentang Peran Senjata Nuklir
Dalam artikel tersebut, Global Times juga menyoroti perbedaan mendasar antara AS dan China dalam hal strategi nuklir. China, menurut media ini, telah lama berkomitmen pada kebijakan tidak menggunakan senjata nuklir terlebih dahulu dan hanya mengembangkan kekuatan nuklirnya untuk tujuan pertahanan diri.
“China dan AS memiliki persepsi yang berbeda secara mendasar tentang peran strategis senjata nuklir. China telah berulang kali menekankan bahwa mereka menjalankan strategi nuklir untuk membela diri, dan berkomitmen pada kebijakan tidak menggunakan senjata nuklir terlebih dahulu,” tambah Global Times.
Pengembangan nuklir China, menurut media tersebut, dilakukan sesuai dengan kebutuhan nasional dan tidak dipengaruhi oleh tekanan eksternal, termasuk dari AS. “Ini adalah langkah yang diperlukan bagi China dalam lingkungan internasional yang kompleks untuk menjaga keamanan nasional dan integritas teritorialnya,” ujar Shen Yi, seorang profesor di Universitas Fudan, seperti dikutip dalam artikel tersebut.
Strategi AS: Menyiapkan Konfrontasi Nuklir dengan Beberapa Negara
Sebelumnya, laporan dari The New York Times mengungkapkan bahwa Presiden AS Joe Biden telah menyetujui strategi untuk menghadapi kemungkinan konfrontasi nuklir terkoordinasi dengan Rusia, China, dan Korea Utara. Kebijakan ini mempertimbangkan penumpukan cepat senjata nuklir China yang diprediksi akan menyaingi persediaan nuklir AS dan Rusia dalam dekade mendatang.
Gedung Putih juga mengonfirmasi bahwa strategi ini telah disetujui oleh Presiden Biden awal tahun ini dan menekankan bahwa langkah tersebut bukanlah respons terhadap ancaman dari satu negara tertentu, melainkan sebagai upaya pencegahan global.
Dalam sebuah pernyataan pada bulan Juni, Pranay Vaddi, seorang direktur senior di Dewan Keamanan Nasional AS, memperingatkan bahwa AS siap untuk memperluas persenjataannya jika tidak ada perubahan dalam strategi nuklir China dan Rusia, mengingat situasi geopolitik yang semakin rumit.
Pernyataan Vaddi muncul setelah perjanjian pengendalian senjata nuklir utama terakhir dengan Rusia, New START, yang akan berakhir pada awal 2026 tanpa ada perjanjian pengganti. Kondisi ini diperburuk dengan semakin eratnya hubungan politik dan ekonomi antara China dan Rusia.
Ketegangan Meningkat di Tengah Kompetisi Nuklir Global
Kritik tajam dari Global Times ini mencerminkan ketegangan yang semakin meningkat antara China dan AS, terutama terkait isu nuklir. Sementara AS terus memperkuat kapasitas militernya dengan alasan keamanan global, China menegaskan bahwa pengembangan nuklirnya adalah untuk pertahanan diri di tengah lingkungan internasional yang semakin tidak pasti. (Stg)