Jakarta, suararepubliknews.com – Duta Besar Inggris untuk Indonesia, Dominic Jermey, menegaskan bahwa meninggalkan batu bara dan beralih ke energi terbarukan merupakan salah satu dari tiga langkah utama yang dilakukan Inggris dalam upaya mengurangi emisi karbon. Pernyataan ini disampaikan oleh Dubes Jermey dalam acara Indonesia Net-Zero Summit (INZS) 2024 yang bertajuk “S.O.S Neraka Bocor: Climate Avengers Assemble!” di Jakarta pada Sabtu.
Dubes Jermey mengungkapkan bahwa peralihan dari batu bara ke energi terbarukan tidak hanya membawa dampak positif bagi lingkungan, tetapi juga menciptakan ratusan ribu pekerjaan hijau di Inggris. “Tidak ada lagi pembangkit listrik tenaga batu bara di Inggris Raya setelah tahun ini, dan itu juga berarti pertumbuhan ekonomi, yang sangat penting bagi pemerintah untuk diberikan kepada rakyatnya,” ujar Jermey.
Dekarbonisasi dan Pertumbuhan Ekonomi: Sistem yang Bebas dari Intervensi Politik
Dalam pidatonya, Dubes Jermey menjelaskan bahwa upaya dekarbonisasi di Inggris didukung oleh sistem yang memastikan kebijakan iklim bebas dari intervensi politik. Salah satunya adalah adanya komite perubahan iklim independen yang terdiri dari para ilmuwan dan pakar. “Mereka menetapkan anggaran karbon untuk seluruh perekonomian,” tambahnya, menekankan pentingnya pendekatan berbasis ilmu pengetahuan dalam menetapkan kebijakan iklim.
Kembali Merangkul Alam untuk Mengatasi Perubahan Iklim
Langkah ketiga yang disebutkan oleh Dubes Jermey adalah kembalinya Inggris kepada pendekatan berbasis alam dalam mengatasi perubahan iklim. Menurutnya, alam menyediakan beberapa solusi termurah dan terbaik untuk menghadapi tantangan iklim global. Ia mencontohkan upaya Indonesia dalam melestarikan dan menanam kembali hutan bakau sebagai langkah yang serupa.
“Di Indonesia, Anda melakukannya dengan penanaman kembali hutan bakau. Anda melestarikan hutan. Anda menanam kembali hutan,” katanya, menyoroti pentingnya restorasi ekosistem sebagai bagian dari strategi global untuk mencapai target net-zero.
Komitmen Inggris pada Aturan “30×30” untuk Melindungi Lahan dan Lautan
Dubes Jermey juga menegaskan komitmen Inggris pada aturan “30×30”, yaitu melindungi 30 persen lahan dan lautan pada tahun 2030, serta memulihkan kembali ekosistem alami tersebut. “Kebijakan yang tepat harus diambil berdasarkan bukti, data, dan ilmu pengetahuan,” katanya, menekankan perlunya kebijakan yang didasarkan pada fakta ilmiah dan data yang akurat.
Masyarakat dan Politik: Peran Kunci dalam Perubahan Iklim
Selain kebijakan dan ilmu pengetahuan, Dubes Jermey juga menekankan pentingnya peran masyarakat dan politik dalam mengatasi perubahan iklim. Menurutnya, kesadaran masyarakat Inggris terhadap aksi iklim meningkat berkat adanya komunikator yang luar biasa, yang mampu menggerakkan perhatian publik terhadap isu ini. “Orang-orang di Inggris, mereka memilih aksi iklim karena beberapa komunikator luar biasa yang benar-benar membuat kita peduli,” katanya.
Dengan pendekatan yang komprehensif—menggabungkan kebijakan yang berbasis ilmu pengetahuan, keterlibatan masyarakat, dan perlindungan terhadap alam—Inggris berharap dapat terus memimpin dalam perjuangan global melawan perubahan iklim. (Stg)