Dalih “Perpisahan Kepala Sekolah,” Orang Tua dan Guru Dipungut Uang Tanpa Dasar Hukum
Lebak, suararepubliknews.com – Di tengah upaya pemerintah meningkatkan transparansi dan kesejahteraan dunia pendidikan, dugaan pungutan liar (pungli) mencuat di SMPN 5 Cipanas, Kabupaten Lebak, Banten. Oknum guru diduga meminta uang sebesar Rp20 ribu kepada siswa dengan alasan untuk “perpisahan kepala sekolah.” Lebih mengejutkan, para guru juga disebut-sebut diwajibkan menyetor Rp300 ribu untuk kegiatan yang sama.
Peristiwa ini menjadi sorotan publik setelah tim media menerima laporan dari warga setempat. Dugaan pungli ini bukan hanya meresahkan orang tua siswa tetapi juga mencoreng dunia pendidikan yang seharusnya mengedepankan integritas.
Orang Tua Siswa: “Tidak Ada Musyawarah Sebelumnya”
Seorang orang tua siswa berinisial DI mengungkapkan kepada tim media bahwa anaknya diminta menyetorkan uang kepada guru wali kelas.
“Betul, anak saya diminta Rp20 ribu katanya untuk perpisahan kepala sekolah. Biasanya kalau ada pungutan, ada musyawarah dulu, tapi kali ini tidak ada rapat sama sekali,” ujarnya kesal.
Ia menambahkan bahwa pungutan semacam ini sudah sering terjadi di sekolah, terutama jika ada kegiatan tertentu.
“Ini bukan pertama kali, pak. Sudah sering kalau ada acara sekolah pasti pungutan,” katanya.
Klarifikasi Kepala Sekolah dan Guru Kesiswaan Mengambang
Tim media berusaha mengonfirmasi kabar ini kepada pihak sekolah. Kepala Sekolah SMPN 5 Cipanas, WN, mengaku tidak mengetahui adanya pungli. “Saya tidak tahu soal pungutan ini. Saya akan cari tahu kebenarannya,” tulisnya singkat melalui pesan WhatsApp.
Hal serupa disampaikan guru kesiswaan berinisial ME. Ia mengklaim belum mendengar soal pungutan tersebut dan berjanji akan mengecek langsung kepada guru yang bersangkutan. Namun hingga berita ini diterbitkan, ME belum memberikan klarifikasi lebih lanjut.
Komite Sekolah: “Tidak Pernah Diberi Informasi”
Komite Sekolah, yang seharusnya menjadi bagian penting dalam pengawasan kebijakan sekolah, juga tidak diberi tahu soal pungutan ini. Ustadz Uci, Ketua Komite Sekolah, menegaskan bahwa dirinya mengetahui pungutan tersebut dari laporan orang tua siswa.
“Saya tahu ada pungutan dari cerita orang tua siswa. Secara resmi, saya tidak pernah diberi tahu oleh pihak sekolah,” katanya.
Melanggar Hukum, Pungli Tak Bisa Dibenarkan
Menurut UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, pungli jelas melanggar hukum. Pasal 2 UU tersebut menyebutkan bahwa setiap orang yang menyalahgunakan wewenang untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain dapat dijerat hukum. Terlebih, pungutan ini dilakukan tanpa dasar hukum yang jelas dan melibatkan siswa serta guru.
Sebagai Aparatur Sipil Negara (ASN), oknum guru yang terlibat dapat dijerat dengan Pasal 55 KUHP tentang Penyalahgunaan Wewenang. Tindakan ini mencoreng dunia pendidikan yang seharusnya menjadi tempat mendidik generasi penerus bangsa, bukan tempat mencari keuntungan pribadi.
Desakan Publik: Transparansi dan Tindakan Tegas
Kasus ini memicu kemarahan publik yang mendesak pihak berwenang, termasuk Dinas Pendidikan dan Kepolisian, untuk segera mengambil langkah tegas. Transparansi dalam pengelolaan sekolah dan sanksi terhadap oknum yang terbukti bersalah menjadi tuntutan utama masyarakat.
“Ini harus diusut tuntas. Kalau dibiarkan, pungutan liar seperti ini akan terus terjadi dan merugikan masyarakat, terutama siswa yang seharusnya fokus belajar, bukan jadi korban pungutan,” ujar salah satu warga yang enggan disebut namanya.
Kejadian ini menjadi pengingat bahwa transparansi dan pengawasan ketat dalam dunia pendidikan mutlak diperlukan untuk mencegah penyalahgunaan wewenang. Semua pihak, baik pemerintah, masyarakat, maupun lembaga pendidikan, harus bersama-sama menjaga integritas pendidikan demi masa depan bangsa.
Pewarta: Iwan H
Editor: Stg
Copyright © suararepubliknews 2024










