Kejati DK Jakarta Kembali Bertindak, Tiga Lokasi Disisir dan Sejumlah Barang Bukti Disita dalam Dugaan Tipikor Proyek Hutama Karya
Jakarta, suararepubliknews.com – Kejaksaan Tinggi Daerah Khusus (Kejati DK) Jakarta kembali menunjukkan keseriusannya dalam pemberantasan korupsi dengan menggelar penggeledahan serta penyitaan terkait dugaan tindak pidana korupsi (Tipikor) dalam proyek pengembangan tanah Technopark yang melibatkan PT. Hutama Karya (Persero). Dugaan korupsi ini diduga merugikan negara hingga mencapai angka fantastis, yaitu Rp 1,2 triliun, pada periode 2018 hingga 2020.
Tiga Lokasi Penting Jadi Sasaran Penggeledahan
Tim Penyidik Pidana Khusus Kejati DK Jakarta yang dipimpin oleh Syarif Sulaeman Nahdi, melakukan penggeledahan di tiga lokasi berbeda yang berhubungan langsung dengan dugaan Tipikor tersebut. Langkah ini dilakukan untuk mengumpulkan bukti lebih lanjut demi mengungkap tuntas kasus yang melibatkan dana proyek besar tersebut.
Kepala Seksi Penerangan Hukum Kejati DK Jakarta, Syahron Hasibuan, dalam keterangan resminya menyebutkan bahwa tindakan hukum ini berdasarkan Surat Perintah Penyidikan Kepala Kejaksaan Tinggi Daerah Khusus Jakarta Nomor PRINT-3521/M.1/Fd.1/08/2024 yang dikeluarkan pada 28 Agustus 2024.
“Penggeledahan dan penyitaan dilakukan di Gedung Cyber Lt.11, Kuningan Barat, Jakarta Selatan,” ungkap Syahron dalam keterangan tertulisnya pada Jumat (6/9/2024).
Selain di gedung Cyber, dua tempat lain yang juga digeledah oleh tim penyidik adalah sebuah rumah di Perumahan Bukit Cinere Indah, Kota Depok, dan sebuah rumah tinggal di Jalan Gebang Sari Dalam, Kelurahan Bambu Apus, Kecamatan Cipayung, Jakarta Timur.
Barang Bukti Penting Disita untuk Membuka Perkara Korupsi Technopark
Dalam rangka memperkuat pembuktian serta memberikan kejelasan atas dugaan tindak pidana korupsi, Tim Penyidik Kejati DK Jakarta menyita sejumlah barang bukti penting dari hasil penggeledahan di ketiga lokasi tersebut. Beberapa barang bukti yang disita termasuk perangkat elektronik seperti laptop dan komputer yang diduga menyimpan data-data penting terkait proyek Technopark.
“Serangkaian tindakan penggeledahan dan penyitaan barang bukti yang dilakukan oleh penyidik, di antaranya adalah beberapa unit laptop, PC, yang akan dianalisis forensik. Selain itu, juga disita beberapa dokumen dan berkas penting lainnya,” terang Syahron.
Barang-barang tersebut akan dianalisis lebih lanjut oleh tim forensik guna menguak informasi yang mungkin mengarah pada pembuktian aliran dana maupun keterlibatan pihak-pihak lain dalam kasus ini.
Dugaan Korupsi Berpotensi Rugikan Negara 1,2 Triliun
Proyek pengembangan tanah Technopark oleh PT. Hutama Karya (Persero) yang dijalankan pada tahun 2018 hingga 2020 diduga menjadi lahan empuk bagi praktek korupsi dengan nilai kerugian negara mencapai Rp 1,2 triliun. Kasus ini mencuat setelah adanya laporan terkait penyalahgunaan dana proyek yang seharusnya diperuntukkan bagi pembangunan fasilitas teknologi canggih tersebut.
Pihak Kejati DK Jakarta terus berupaya menggali lebih dalam mengenai skema korupsi yang melibatkan dana besar ini dan berharap penggeledahan serta penyitaan barang-barang bukti tersebut dapat mengungkap seluruh rangkaian korupsi yang terjadi.
Kejaksaan Tinggi Terus Giat dalam Memberantas Korupsi
Langkah tegas yang diambil oleh Kejati DK Jakarta dalam mengusut kasus ini menunjukkan komitmen mereka dalam pemberantasan korupsi di tanah air, terutama dalam proyek-proyek besar pemerintah yang berpotensi merugikan keuangan negara. Pengungkapan kasus ini diharapkan dapat menjadi efek jera bagi para pelaku korupsi dan menjadi contoh dalam penegakan hukum yang lebih transparan dan tegas.
Sementara itu, masyarakat menantikan kelanjutan dari proses penyidikan ini, dengan harapan bahwa para pelaku yang terlibat dalam dugaan korupsi tersebut dapat segera diadili dan dana yang diselewengkan bisa dipulihkan demi kemajuan bangsa.
Sebagai informasi tambahan, proyek Technopark ini seharusnya menjadi salah satu proyek unggulan yang bertujuan untuk mendorong inovasi dan pengembangan teknologi di Indonesia. Namun, dugaan korupsi yang muncul telah menghambat tujuan tersebut dan memperlihatkan masih adanya celah dalam pengelolaan proyek besar yang harus diawasi dengan lebih ketat. (Mzr/Stg)