Home / Tak Berkategori

Kamis, 4 Juli 2024 - 13:51 WIB

Keputusan Pengadilan Jepang atas Kasus Sterilisasi Paksa: Keadilan yang Tertunda

Para korban sterilisasi paksa berdasarkan undang-undang eugenika yang sekarang sudah tidak berlaku, bersama para pengacara dan pendukung mereka, merayakan keputusan pengadilan tinggi Jepang di luar Mahkamah Agung Jepang di Tokyo, 3 Juli 2024. (Yuichi YAMAZAKI / AFP)

Para korban sterilisasi paksa berdasarkan undang-undang eugenika yang sekarang sudah tidak berlaku, bersama para pengacara dan pendukung mereka, merayakan keputusan pengadilan tinggi Jepang di luar Mahkamah Agung Jepang di Tokyo, 3 Juli 2024. (Yuichi YAMAZAKI / AFP)

Latar Belakang Kasus Sterilisasi Paksa

Jepang, suararepubliknews.com – Seorang pria mengungkapkan bahwa dia disterilisasi pada tahun 1957 saat berusia 14 tahun ketika tinggal di panti asuhan. Dia menyampaikan rahasia lamanya kepada istrinya beberapa tahun lalu sebelum dia meninggal, dengan penuh penyesalan karena mereka tidak bisa memiliki anak akibat prosedur tersebut. Hakim Saburo Tokura memutuskan bahwa operasi sterilisasi ini dilakukan “tanpa alasan rasional” dan jelas merupakan diskriminasi terhadap para penggugat karena kecacatan mereka.

Keputusan Pengadilan dan Dampaknya

Pengadilan menyatakan bahwa prosedur tersebut sangat melanggar martabat manusia dan menambahkan bahwa diskriminasi serta pelanggaran berat terhadap hak asasi manusia ini berlangsung selama 48 tahun oleh pemerintah Jepang, merupakan masalah yang sangat serius.

Pada tahun 2019, sebagai tanggapan atas beberapa putusan pengadilan yang lebih rendah yang menyatakan pemerintah bertanggung jawab, pemerintah menawarkan uang ganti rugi satu kali sebesar 3,2 juta yen (sekitar Rp 282 juta) kepada setiap penggugat. Namun, pada hari Rabu, Mahkamah Agung Jepang menyatakan bahwa kompensasi tersebut tidak memadai untuk menebus penderitaan para korban.

Permintaan Maaf dan Tindakan Pemerintah

Perdana Menteri Fumio Kishida menyatakan “penyesalan tulus dan permintaan maaf yang mendalam” kepada para korban. Kishida mengatakan bahwa pemerintah akan mempertimbangkan skema kompensasi baru yang lebih memadai. Dia juga berharap dapat bertemu dengan para penggugat untuk meminta maaf secara langsung, menunjukkan keseriusan pemerintah dalam menanggapi keputusan pengadilan ini.

Pandangan dari Pengacara Penggugat

Pengacara penggugat, Koji Niizato dan Takehiko Nishimura, menyatakan dalam sebuah pernyataan bahwa “Hukum perlindungan eugenika telah menciptakan masyarakat yang menganggap orang dengan disabilitas sebagai ‘orang inferior’.” Mereka menyerukan kepada masyarakat untuk lebih mendorong upaya menghilangkan prasangka dan diskriminasi sebagai tanggapan atas putusan tersebut.

Sterilisasi Paksa dalam Sejarah Jepang

Dilansir dari media APnews, sekitar 10.000 pasien kusta juga termasuk di antara mereka yang disterilisasi saat dikurung di lembaga-lembaga terisolasi. Pada tahun 1996, undang-undang pencegahan kusta dicabut, memungkinkan mereka untuk menjadi bagian dari masyarakat. Pemerintah telah menawarkan kompensasi dan permintaan maaf kepada mereka atas kebijakan isolasi paksa tersebut.

Selain sterilisasi paksa pada saat itu, lebih dari 8.000 orang lainnya disterilisasi dengan persetujuan, meskipun kemungkinan besar di bawah tekanan. Hampir 60.000 wanita melakukan aborsi karena penyakit keturunan, menambah deretan panjang pelanggaran hak asasi manusia dalam kebijakan eugenika Jepang. (Stg)

Share :

Baca Juga

LTFW 2023 Digelar Oktober di Humbang HasundutanLTFW 2023 Digelar Oktober di Humbang Hasundutan
Dalami Subtansi Raperda Penyelenggaraan Perempuan Pansus V Kunjungi DP3AKB Jateng
Waasrenum Panglima TNI Ikuti Rapat Rekonsiliasi Terpadu Bidang Perencanaan, Logistik dan Keuangan
Dinsos Kota Tangerang Salurkan Bansos Uang Tahap II ke 2.866 Keluarga Penerima Manfaat
Gadis Penderita Hidrosefalus Asal Lebak Butuh Biaya Untuk Berobat
Minum Kopi di Pagi Hari Saat Perut Kosong? Ini Bahayanya!
Operasi Zebra Jaya 2024: Upaya Meningkatkan Keselamatan Lalu Lintas Jelang Pilkada
Kapolda Maluku Hadiri Syukuran HUT ke-25 Persatuan Purnawirawan Polri

Contact Us