Pada hari Rabu (05/06), pemimpin Hamas mengatakan bahwa kelompok tersebut akan menuntut diakhirinya perang di Gaza secara permanen dan penarikan mundur Israel sebagai bagian dari rencana gencatan senjata, yang merupakan sebuah pukulan telak bagi usulan gencatan senjata yang digembar-gemborkan oleh Presiden Amerika Serikat Joe Biden minggu lalu.
Gaza, Suararepubliknews.com – Israel mengatakan bahwa tidak akan ada penghentian pertempuran selama perundingan gencatan senjata, dan melancarkan serangan baru ke bagian tengah Jalur Gaza dekat kota terakhir yang belum diserbu oleh tank-tanknya.
Pernyataan dari pemimpin Hamas Ismail Haniyeh tersebut tampaknya merupakan jawaban dari kelompok militan Palestina tersebut terhadap tawaran yang disampaikan oleh Biden minggu lalu.
Washington telah mengatakan bahwa mereka sedang menunggu untuk mendengar jawaban dari Hamas atas apa yang digambarkan oleh Biden sebagai inisiatif Israel.
“Gerakan dan faksi-faksi perlawanan akan menghadapi secara serius dan positif setiap kesepakatan yang didasarkan pada pengakhiran agresi secara menyeluruh dan penarikan mundur serta melakukan pertukaran tawanan,” ujar Haniyeh.
Ketika ditanya apakah pernyataan Haniyeh merupakan balasan dari kelompok tersebut kepada Biden, seorang pejabat senior Hamas membalas pesan teks dari Reuters dengan emoji “jempol”.
Washington masih berusaha keras untuk mencapai kesepakatan. Direktur CIA William Burns bertemu dengan para pejabat senior dari mediator Qatar dan Mesir pada hari Rabu di Doha untuk mendiskusikan proposal gencatan senjata.
Sejak gencatan senjata singkat selama seminggu di bulan November, semua upaya untuk mencapai gencatan senjata telah gagal, dimana Hamas bersikeras dengan tuntutannya untuk mengakhiri konflik secara permanen, sementara Israel mengatakan bahwa mereka siap untuk mendiskusikan gencatan senjata sementara sampai kelompok militan tersebut dinyatakan kalah.
Presiden Biden telah berulang kali menyatakan bahwa gencatan senjata sudah hampir tercapai selama beberapa bulan terakhir, namun gencatan senjata tersebut tidak kunjung terwujud.
Khususnya, Biden mengatakan pada bulan Februari bahwa Israel menyetujui gencatan senjata pada awal bulan suci Ramadan pada tanggal 10 Maret, sebuah tenggat waktu yang telah berlalu dengan operasi militer yang berjalan lancar.
Namun pengumuman minggu lalu muncul dengan gembar-gembor yang jauh lebih besar dari Gedung Putih, dan pada saat Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu berada di bawah tekanan politik dalam negeri yang semakin besar untuk memetakan jalan guna mengakhiri perang yang telah berlangsung selama delapan bulan dan menegosiasikan pembebasan para sandera Israel yang ditawan Hamas.
Tiga pejabat AS mengatakan kepada Reuters bahwa Biden, setelah mendapatkan persetujuan Israel untuk proposal tersebut, sengaja mengumumkannya tanpa memperingatkan Israel bahwa ia akan melakukannya, guna mempersempit ruang bagi Netanyahu untuk mengurungkan niatnya.
“Kami tidak meminta izin untuk mengumumkan usulan tersebut,” kata seorang pejabat senior AS yang tidak mau disebutkan namanya untuk dapat berbicara secara bebas mengenai negosiasi tersebut. “Kami memberi tahu pihak Israel bahwa kami akan memberikan pidato tentang situasi di Gaza. Kami tidak menjelaskan secara rinci tentang apa yang dimaksud.”
Hamas, yang berkuasa di Gaza, memicu perang dengan menyerang wilayah Israel pada tanggal 7 Oktober, menewaskan sekitar 1.200 orang dan menangkap lebih dari 250 sandera, menurut perhitungan Israel.
Sekitar setengah dari para sandera dibebaskan dalam satu-satunya gencatan senjata yang terjadi selama perang, yang berlangsung selama satu minggu di bulan November.
Serangan militer Israel ke Gaza telah menewaskan lebih dari 36.000 orang, menurut para pejabat kesehatan di wilayah tersebut, yang mengatakan bahwa ribuan orang lagi dikhawatirkan masih terperangkap di bawah reruntuhan. (Stg)
