AS, suararepubliknews.com – Setelah tiga hari penyelidikan intensif, sosok Thomas Matthew Crooks, pria berusia 20 tahun yang hampir membunuh mantan Presiden Donald Trump dengan peluru berkecepatan tinggi, semakin misterius. Dia adalah seorang pemuda penyendiri yang cerdas, memiliki sedikit teman, dan jejak digital yang sangat sedikit di media sosial. Tidak ada tanda-tanda yang menunjukkan pilihan dan keberpihakan kepada politik tertentu yang bisa menjadi motif percobaan pembunuhan.
Penelusuran FBI yang Mendalam
Meskipun FBI telah membobol ponsel Crooks, memeriksa komputer, rumah, dan mobilnya, serta mewawancarai lebih dari 100 orang, motif di balik penembakan yang terjadi pada kampanye Trump hari Sabtu masih tetap menjadi teka-teki. Peluru yang ditembakkan mengenai telinga calon presiden dari Partai Republik itu, namun alasan di balik aksi ini masih sulit dipahami.
Seorang Pemuda yang Tertutup
“Dia duduk sendiri, tidak berbicara dengan siapa pun, bahkan tidak mencoba untuk memulai obrolan,” kata Liam Campbell, 17 tahun, menirukan komentar teman-teman sekelasnya yang mengingat Crooks sebagai anak yang aneh namun tidak berbahaya.
“Crooks itu hanya seperti orang biasa saja, yang terkesan tidak suka berbicara dengan orang lain.”
Riwayat dan Kehidupan Crooks
Setelah lulus dari sekolah menengah atas pada tahun 2022, Crooks melanjutkan ke Community College of Allegheny County, meraih gelar associate dengan predikat terbaik di bidang ilmu teknik pada bulan Mei. Dia juga sempat bekerja di panti jompo sebagai petugas bagian makanan.
Penelitian Secret Service
Penelitian Secret Service pada tahun 1997 terhadap orang-orang yang pernah melakukan percobaan pembunuhan sejak tahun 1949 menunjukkan bahwa tidak ada satu pun indikator yang menunjukkan bahwa orang tersebut akan berusaha untuk menghabisi nyawa seorang publik figur. Namun, dua pertiga dari semua pelaku pembunuhan digambarkan sebagai “orang yang terisolasi secara sosial.”
Penggunaan Senjata dan Latihan Menembak
Seperti Crooks, hanya sedikit pelaku pembunuhan yang memiliki riwayat kejahatan kekerasan atau catatan kriminal. Ketika masih mahasiswa baru, Crooks pernah ikut latihan bersama tim senapan di sekolahnya namun ditolak karena kemampuan menembaknya dinilai kurang baik. Lewat jalur keluarganya, dia kemudian menjadi anggota Clairton Sportsmen’s Club, sebuah tempat latihan menembak yang berjarak sekitar 17 kilometer di sebelah timur Bethel Park.
Hari Penembakan
Pada hari penembakan, Crooks membeli 50 butir amunisi 5,56 mm untuk senapannya dan berkendara sendirian ke Butler, Pennsylvania, lokasi kampanye Trump. Dia parkir di sebuah pom bensin yang berjarak sekitar sepertiga mil dari lokasi acara dan mengenakan kaos abu-abu dengan logo saluran YouTube populer yang berfokus pada senjata api, celana pendek loreng, dan ikat pinggang hitam.
Aksi di Lapangan Tembak
Crooks berjalan-jalan setidaknya selama setengah jam sebelum naik ke atap sebuah bangunan yang berdekatan dengan lokasi Butler Farm Show, tempat Trump sedang berpidato. Ketika para pendukung berteriak agar petugas kepolisian segera bertindak, Crooks melepaskan dua tembakan. Seorang penembak jitu dari Secret Service membalas tembakan tersebut dalam waktu sekitar 15 detik, menewaskan Crooks dengan satu tembakan di bagian kepalanya.
Reaksi dan Spekulasi Publik
Dengan tidak adanya pemahaman yang jelas mengenai apa yang membuat Crooks melakukan penembakan, banyak pihak di kedua sisi perpecahan politik Amerika mencoba mengisi kekosongan dengan asumsi partisan mereka sendiri, spekulasi tanpa bukti, dan teori konspirasi.
Jalur masuk ke rumah Crooks masih diblokir oleh pita kuning polisi, dimana para petugas kemanan berjaga-jaga dan mencegah para wartawan untuk mendekati lokasi. (Stg)
Sumber: APnews “Three days after attempted assassination, Trump shooter remains an elusive enigma”