Kabuaten Tangerang. Suara Republik New – .Pabrik limbah B3 di Pangadegan Kecamatan Pasar Kemis, Kabupaten Tangerang, Provinsi Banten, yang disegel Kementerian Lingkungan Hidup (KLH) RI pada Jumat, 16 Mei 2025, bukan sekadar bangunan dua hektare beraroma busuk. Ia menjadi simbol nyata dari dugaan kekuasaan yang menikam akal sehat dan merusak Tanah air dengan limbah beracun, diduga dikendalikan oleh aktor-aktor di balik layar kekuasaan lokal.(17/05/25).
Siapa pemilik sebenarnya? Tempo.co menyebut nama Noor Annisa dan Haji Nunung. Namun, dugaan warga dan tokoh lokal mengaitkan seorang anggota DPRD Kabupaten Tangerang dari Fraksi Golkar yang diduga memiliki keterkaitan langsung dengan Operasional tempat pengolahan limbah berbahaya ini. Sayangnya, sejauh ini belum ada klarifikasi dua arah dari pihak terkait, meninggalkan gelapnya fakta yang harus segera diterangi.
Menteri Lingkungan Hidup Hanif Faisol turun langsung ke lokasi dan menegaskan bahwa pemilik pabrik akan diproses pidana atas dugaan pelanggaran Pasal 98 dan 103 Undang-Undang No. 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup. Ancaman hukuman berat menanti: minimal 4 tahun penjara dan denda Rp 10 miliar.
Di tengah bau menyengat dan pemandangan tumpukan limbah oli, plastik, serta cairan hitam mengalir, muncul pertanyaan: di mana selama ini Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Tangerang? Apakah pengawas daerah sengaja tuli dan buta, atau mereka bungkam karena takut atau bahkan bersekongkol?
Dugaan skandal ini bukan sekadar persoalan limbah, tetapi sudah menyentuh inti integritas Pemerintahan Desa dan Kecamatan. Kepala Desa, Lurah, dan Camat Pasar Kemis patut disorot. Bagaimana mungkin Aktivitas sebesar ini lolos tanpa pengawasan mereka? Atau justru mereka membuka pintu bagi praktik ini?
Secara Hukum, setiap tindakan yang menyebabkan kerusakan lingkungan dan pencemaran limbah tanpa izin melanggar Pasal 104 UU No. 32 Tahun 2009 dan Pasal 55 KUHP tentang penyertaan dalam tindak pidana. Jika ada oknum yang membiarkan atau ikut serta, mereka wajib diperiksa dan diproses.
Dari penelusuran lapangan, pabrik ini diduga beroperasi bertahun-tahun tanpa kendali. Fakta ini mencerminkan kelalaian sistemik aparat pengawas, dari Dinas Perizinan, Dinas Lingkungan Hidup, Satpol PP, hingga kecamatan. Mereka harus bertanggung jawab atas ketidakmampuan atau ketidakinginan menegakkan aturan.
YLPK PERARI DPD Banten, melalui Kepala Kerohanian Ustad Ahmad Rustam, menegaskan bahwa perbuatan ini bukan sekadar mencemari lingkungan, tetapi juga mencemari moral bangsa. “Merusak bumi adalah dosa besar dalam Islam. Secara hukum negara, ini pelanggaran berat. Aparat wajib menindak pelaku tanpa pandang bulu, apakah rakyat biasa atau pejabat,” tegasnya.
Ustad Rustam menambahkan, “Janji penegakan hukum di depan kamera tidak cukup. Yang dibutuhkan adalah tindakan nyata: penangkapan dan pengadilan. Bumi yang rusak akan melahirkan generasi yang cacat. Jangan biarkan Tangerang menjadi korban kerakusan segelintir manusia.”
Kepolisian, Kejaksaan, dan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) harus bergerak cepat. Jika benar ada unsur kekuasaan dan aliran dana gelap dalam bisnis limbah ini, maka ranah tindak pidana korupsi dan lingkungan hidup wajib disikat tuntas.
Bupati dan Wakil Bupati Tangerang yang baru saja dilantik harus segera melakukan inspeksi mendadak (sidak) ke seluruh Perusahaan pengolahan limbah B3. Ini saatnya mereka menunjukkan integritas dan komitmen nyata menjaga lingkungan, bukan sekadar slogan di atas panggung.
Kasus ini bisa menjadi cerminan praktik serupa di tempat lain. Apakah masih ada anggota Dewan yang memiliki Perusahaan limbah atau usaha serupa bahkan usaha jenis lainnya namun beroperasi semaunya tanpa takut pidana karena merasa kebal hukum?
Kepada seluruh Dinas terkait—Dinas Lingkungan Hidup, Dinas Perizinan, Dinas Kesehatan, Dinas Pemerintahan Desa dan Kecamatan, serta Inspektorat—Awak Media menyerukan: turun tanganlah. Periksa internal Anda, buka data, dan jangan menjadi bagian dari kebisuan kolektif yang memalukan.
Majelis Ulama, tokoh adat, dan pemuka masyarakat juga harus bersuara lantang. Jika bumi rusak, doa pun tak sampai. Jika rakyat diracuni limbah, maka hukum Tuhan pun akan turun. Mengutuk dalam hati tak akan cukup.
YLPK PERARI dan Awak Media berkomitmen mengawal proses hukum dan membuka setiap celah kebenaran sampai tuntas. Kami menjadi suara rakyat yang sesak oleh limbah, tapi lebih sesak oleh pengkhianatan Pejabat.
Sebagai penutup, kami menyerukan kepada seluruh pemangku kebijakan: jika tidak mampu menjaga bumi dan rakyat, jangan bersekongkol dalam kerusakan. Sejarah mencatat bukan hanya pelaku kejahatan, tetapi juga mereka yang diam saat kebenaran dihancurkan.
(Red).