Jakarta, suararepubliknews.com – Seorang siber, berhasil membobol pusat data pemerintah Indonesia, menyebabkan kekacauan pada pemeriksaan imigrasi di bandara-bandara dan menuntut uang tebusan sebesar 8 juta dollar AS (sekitar Seratus Dua Puluh Miliar Rupiah). Hal ini diungkapkan oleh Menteri Komunikasi dan Informatika Indonesia kepada Reuters pada hari Senin (24/06).
Gangguan Layanan Publik
Serangan ini mengakibatkan gangguan pada beberapa layanan pemerintah, terutama di bandara. Pekan lalu, antrean panjang terjadi di meja-meja imigrasi karena mesin-mesin paspor otomatis tidak berfungsi. Namun, Kementerian Komunikasi menyatakan bahwa mesin-mesin tersebut kini sudah kembali beroperasi.
Pelaku dan Metode Serangan
Menteri Budi Arie Setiadi menjelaskan bahwa pelaku menggunakan perangkat lunak berbahaya varian baru yang disebut Lockbit 3.0, meskipun beliau tidak memberikan rincian lebih lanjut. Lockbit terkenal sebagai kelompok kejahatan siber yang menggunakan ransomware untuk memeras korbannya secara digital.
Perangkat lunak ransomware bekerja dengan mengenkripsi data korban. Para peretas kemudian menawarkan kunci untuk membuka data tersebut sebagai imbalan uang tebusan, biasanya dalam bentuk mata uang kripto yang nilainya bisa mencapai jutaan dolar. Jika korban menolak, peretas mengancam akan membocorkan atau menghapus data rahasia untuk menekan korban atau lembaga terkait.
Upaya Pemulihan dan Investigasi
Budi Arie Setiadi menegaskan bahwa fokus pemerintah saat ini adalah memulihkan layanan pusat data nasional yang terkena dampak, termasuk layanan imigrasi. Dia tidak menyebutkan apakah uang tebusan telah dibayarkan atau tidak. Investigasi forensik digital sedang dilakukan, namun rincian lebih lanjut masih belum ditemukan.
Serangkaian Serangan Siber di Indonesia
Serangan ini merupakan yang terbaru dalam serangkaian serangan siber yang menimpa perusahaan-perusahaan dan lembaga pemerintah Indonesia dalam beberapa tahun terakhir. Contohnya, tahun lalu rincian rekening dari 15 juta nasabah Bank Syariah Indonesia (BSI) dilaporkan dipublikasikan secara online, meski bank tidak mengkonfirmasi kebocoran data tersebut.
Pada tahun 2022, Bank Indonesia diserang oleh ransomware, namun serangan itu tidak mempengaruhi layanan publik. Pada tahun 2021, aplikasi COVID-19 milik Kementerian Kesehatan mengalami kebocoran data pribadi dan status kesehatan 1,3 juta warga.
Analisis Pakar Keamanan Siber
Teguh Aprianto, seorang pakar teknologi keamanan siber, menyatakan bahwa serangan siber terbaru ini sangat “parah” dan merupakan yang pertama yang menyebabkan gangguan selama berhari-hari pada layanan publik di Indonesia. Menurutnya, insiden ini menunjukkan bahwa infrastruktur pemerintah, sumber daya manusia yang menangani keamanan siber, dan vendor-vendor yang terlibat memiliki masalah serius yang perlu segera diatasi. (Stg)










