Dari Perusakan Kebun hingga Intimidasi Fisik, Hak Keluarga Futiri Terus Digerus
Kundur, suararepubliknews.com – Konflik lahan 12 hektar milik Futiri di Desa Lubuk, Kundur, terus bergulir dengan eskalasi yang mengkhawatirkan. Terbaru, Kusnadi alias Lombok, yang sebelumnya terlibat dalam penutupan akses jalan, kini semakin brutal. Pada Jumat sore (6/12/2024), Kusnadi menggunakan traktor untuk menutup total jalan utama menuju rumah dan kebun Futiri, sembari melontarkan ancaman kekerasan kepada keluarga Futiri.
Ancaman dan Intimidasi di Depan Mata
Menurut kuasa hukum Futiri, Bachrum Efendi, S.H., insiden ini bermula ketika keluarga Futiri mencoba mengakses kebun mereka yang sebelumnya telah dirusak. Kusnadi, dengan traktor di tangan, menutup jalan sambil berteriak kepada keluarga Futiri. Tidak hanya itu, ia mengacungkan sabit sembari mengancam, “Ku bacok kau!” Perilaku ini menambah panjang daftar intimidasi yang dialami oleh keluarga Futiri sejak kasus sengketa ini mencuat.
“Kami mengecam keras tindakan Kusnadi yang tidak hanya melanggar hukum, tetapi juga membahayakan keselamatan keluarga Futiri. Ini adalah bentuk nyata dari teror psikologis dan fisik,” ungkap Bachrum Efendi.
Plang Pengacara: Simbol yang Terus Dilawan
Plang pengacara yang dipasang oleh Bachrum Efendi, S.H., sebagai simbol hukum di lokasi sengketa, kembali menjadi sasaran manipulasi. Sebelumnya, Kusnadi sempat memotret dan menghapus jejak plang tersebut. Kini, dengan penutupan jalan total menggunakan traktor, tindakan ini semakin menunjukkan upaya sistematis untuk menggusur Futiri dari hak atas tanahnya.
“Plang ini bukan sekadar papan, tetapi simbol bahwa tanah ini adalah milik sah Futiri. Namun, apa yang dilakukan Kusnadi jelas mencerminkan keberanian berlebih karena adanya pihak yang membackup tindakannya,” ujar Bachrum.
Aspek Hukum yang Mengikat: Intimidasi dan Penutupan Jalan
Dari perspektif hukum, tindakan Kusnadi jelas melanggar beberapa pasal dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP). Ancaman kekerasan dengan senjata tajam dapat dijerat dengan Pasal 368 KUHP tentang pemerasan dengan kekerasan, yang memuat ancaman pidana hingga 9 tahun penjara. Sementara itu, penutupan jalan menggunakan traktor dan tindakan intimidatif lainnya melanggar Pasal 167 KUHP tentang memasuki pekarangan orang lain tanpa izin, dengan ancaman pidana hingga 9 bulan.
Tidak hanya itu, pelanggaran terhadap hak milik tanah dapat merujuk pada Pasal 385 KUHP tentang penguasaan tanah secara melawan hukum, yang memuat ancaman hukuman hingga 4 tahun penjara. Tindakan ini juga melanggar Pasal 28G UUD 1945 tentang hak warga negara atas rasa aman.
Skenario Sistematis di Balik Konflik
Bachrum Efendi menyebut tindakan Kusnadi sebagai bagian dari upaya terorganisir untuk menguasai lahan Futiri. Ia menduga adanya dalang di balik layar yang memberikan perlindungan kepada Kusnadi, sehingga ia berani bertindak melawan hukum.
“Kusnadi hanyalah pelaksana di lapangan. Ada pihak yang lebih besar yang menjadi otak dari semua ini. Polisi harus segera mengusut siapa pihak-pihak tersebut,” tegas Bachrum.
Dampak Sosial dan Ekonomi bagi Keluarga Futiri
Akibat penutupan jalan total oleh Kusnadi, keluarga Futiri kini benar-benar terisolasi. Mereka tidak dapat mengakses kebun yang menjadi sumber penghidupan utama. Dampak ekonomi semakin dirasakan, terlebih dengan intimidasi yang terus terjadi, keluarga Futiri juga mengalami tekanan psikologis yang berat.
“Kami sudah tidak tahu harus bagaimana. Kebun kami rusak, akses ditutup, dan sekarang kami diancam dengan kekerasan. Kami hanya ingin keadilan,” ujar Futiri dengan nada getir.
Langkah Hukum dan Harapan Keadilan
Polres Karimun, yang menangani kasus ini, telah memanggil Kusnadi untuk memberikan keterangan. Namun, hingga kini, langkah tegas terhadap Kusnadi dan pihak-pihak yang terlibat masih dinantikan. Bachrum Efendi menegaskan bahwa pihaknya akan terus mengawal kasus ini hingga keadilan benar-benar ditegakkan.
“Kami akan menempuh semua jalur hukum, baik pidana maupun perdata. Tidak hanya untuk mengembalikan hak Futiri, tetapi juga untuk memberikan efek jera kepada para pelaku,” ujar Bachrum.
Kesimpulan: Tegaknya Hukum Adalah Harapan Terakhir
Kasus sengketa lahan Futiri kini tidak hanya menjadi masalah hukum, tetapi juga ujian bagi aparat penegak hukum untuk menunjukkan keberpihakan kepada kebenaran. Ancaman kekerasan, intimidasi, dan manipulasi yang dilakukan oleh Kusnadi harus menjadi perhatian serius.
Keluarga Futiri berharap agar plang pengacara yang menjadi simbol perjuangan mereka dapat terus berdiri tegak, dan keadilan yang selama ini mereka perjuangkan akhirnya terwujud.
Pewarta: Iqbal
Editor: Stg
Copyright © suararepubliknews 2024