Tangerang, suararepubliknews.com – Ketua DPD Ikatan Wartawan Online Indonesia (IWO-I) Kabupaten Tangerang, Pesta Tampubolon, menyarankan Kejaksaan Negeri (Kejari) Kabupaten Tangerang agar tidak risih dengan kritik dari masyarakat terkait pembangunan jamban.
Jangan Berlindung di Ketiak Pengamat
Menurut Bang Tampu, sapaan akrab Pesta Tampubolon, Kejari Kabupaten Tangerang sebaiknya tidak berlindung di balik pernyataan seorang pengamat yang malah memperuncing kritik dari berbagai elemen masyarakat. Menurutnya, ocehan pengamat politik yang terlalu reaktif seolah-olah menjadikannya “pengamat jamban” hanya memperkeruh suasana.
Media Abal-Abal dan Kredibilitas Pengamat
Pernyataan pengamat politik yang menyebut media sebagai abal-abal dinilai tidak profesional dan menunjukkan pemahaman yang sempit terhadap peran media. Bang Tampu menekankan bahwa kritik masyarakat terhadap pembangunan jamban bukan tanpa alasan, dan justru menunjukkan ada yang tidak beres dalam proyek tersebut.
“Kalau bersih kenapa gerah? Kalau bersih kenapa harus risih? Ada apa antara oknum pengamat itu dengan pihak Kejari Kabupaten Tangerang?” ujar Bang Tampu kepada awak media pada Jumat (2/8/2024).
Kritik Sumber Anggaran dan Penanganan Kasus Korupsi
Selain mengapresiasi prestasi Kejaksaan dalam urusan jamban, Bang Tampu juga menyoroti sumber anggaran yang digunakan serta banyaknya kasus dugaan tindak pidana korupsi dan pungutan liar (pungli) yang penanganannya mandek di Kejari Kabupaten Tangerang. Salah satu kasus besar yang disebut adalah dugaan mega korupsi mark up ‘Pengadaan Lahan RSUD Tigaraksa’ senilai Rp 55 miliar.
“Bukan kapasitas pengamat politik terjun bebas menjadi pengamat jamban. Harusnya pengamat itu lebih menunjukkan rasa iba kepada masyarakat dengan cara mendorong pihak Kejari Kabupaten agar serius membongkar dalang dibalik maling uang rakyat Pengadaan Lahan RSUD Tigaraksa senilai Rp 55 miliar itu,” tegasnya.
Kritik Terhadap Pengamat dan Dewan Pers
Bang Tampu juga mengingatkan rekan-rekan pers untuk tidak takut menyuarakan kebenaran dan keadilan. Ia mengutip pernyataan resmi Ketua Dewan Pers, Dr. Ninik Rahayu SH, MM, tentang hak setiap orang untuk mendirikan perusahaan pers dan menjalankan tugas jurnalistik tanpa harus mendaftar ke Dewan Pers.
“Setiap perusahaan pers, sepanjang memenuhi syarat berbadan hukum Indonesia dan menjalankan tugas jurnalistik secara teratur, dapat disebut sebagai perusahaan pers meski belum terdaftar di Dewan Pers,” pungkasnya.
Kontroversi Pernyataan Pengamat
Baru-baru ini, dosen FISIP UNIS Tangerang, Adib Miftahul, mengeluarkan pernyataan yang kontroversial tentang media abal-abal. Adib menyarankan narasumber untuk tidak melayani media yang tidak terverifikasi di Dewan Pers dan tidak memiliki pedoman 5W 1H serta kode etik jurnalistik.
Stetmen ini memicu reaksi keras dari kalangan pers, yang menilai pernyataan tersebut meremehkan profesi mereka dan berpotensi mengandung unsur SARA. Bang Tampu menegaskan bahwa jika tidak ada klarifikasi dari Adib, para pengusaha dan pekerja pers yang merasa dirugikan akan membawa persoalan ini ke jalur hukum. (*Red)