Suararepubliknews.com Tulungagung 23/07/2022,,Sungai merupakan jantung ekosistem manusia, sejak jaman nenek moyang kita dahulu daerah aliran sungai adalah merupakan area strategis bagi kehidupan negara/ kerajaan pada masa lampau, jaman kadiri dan juga pusat kota majapahit pun faktanya tidak jauh jauh juga dari sungai, dermaga canggu misalnya, dimana menjadi salah satu wilayah strategis bagi pusat perekonomian, perhubungan dan sekaligus taktis bagi armada perangnya. Sebagaimana kita ketahui bersama, sepanjang aliran DAS Brantas dari dulu merupakan lahan strategis bagi para penambang pasir. Tak terkecuali wilayah kabupaten Tulungagung, setidaknya 6 wilayah administratif kecamatan dilalui oleh sungai ini meliputi kecamatan Rejotangan, Ngunut, Sumbergempol, Kedungwaru, Karangrejo dan Ngantru. Atas dasar itu semua, opini ini sengaja tidak fokus hanya dalam satu aspek saja (misalnya tinjauan yuridis formal), karena bahasan aspek hukumpun tidak akan menyelesaikan kompleksitas persoalan yang dihadapi pemerintah daerah dan masyarakatnya.
MOTIF
Membahas keberadaan penambangan pasir di Tulungagung bagi saya seolah kita membahas sebuah pertanyaan raja kepada abunawas; “mana yang duluan, telur atau ayam??!” oleh karena semua tentang tambang pasir selalu tidak berujung pangkal dan ini sudah terjadi bertahun tahun lalu hanya terjawab dengan jawaban tanpa jawaban. Kontroversi pastinya akan menjadi instrumen bahasan tentang keberadaannya. Kajian kajian mendalam, terlepas apakah sudah pernah dilakukan atau belum, faktanya tetap menjadi “PR seumur hidup” kita bersama. Sadarkah kita bahwa kepentingan ekonomi sebagai kebutuhan hakiki manusia pastinya akan mampu membentur semua aspek kehidupan lainnya termasuk alam. Seolah selama ini selesai dengan jawaban pasir adalah pendapatan dari Tuhan untuk manusia maka alampun akan menarik dendanya.
Pertanyaan pertanyaan mendasar tentang simbiosis mutualisme antara manusia dengan alamnya mungkin belum mampu kita jawab dan pikirkan selamanya, apalagi terselesaikan menjadi sebuah konklusi logis yang berimbang. Soal galian pasir adalah persoalan kompleksitas kehidupan, adalah bagaimana ketika motif ekonomi pasti bersinggungan dengan motif lainnya.
DAMPAK
Dari aktifitas penambangan ini beberapa dampak baik sosial ekonomi maupun lingkungan dapat kita inventarisasi sebagai berikut :
1. Sebagai media masyarakat untuk menjawab kebutuhan hidup; mulai dari “pelarian pengangguran”, sektor angkutan, pedagang/warung DAS, preman lokal, oknum APH-ASN sampai pada segelintir pemodal bahkan mungkin kita belum pernah berpikir bahwa “rezeki” dari sektor ini juga lari ke kantong kantong pelacur rumah bordil sederhana di sekitar DAS tersebut,
2. Adalah sebagaimana keping uang logam bahwa sisi rezeki berlawanan dengan sisi lainnya, yaitu kerusakan dan bencana. Proses penambangan ini pastinya diikuti oleh abrasi stren kali, kepunahan biota-ekosistem, pendalaman sumber air yang merugikan petani ikan disekitar DAS, ambrolnya sebagian lahan petani DAS dan efek efek destruktif lainnya.
Walaupun faktanya kita tidak pernah menimbang banyak keuntungan atau kerugiannya.
SOLUSI
Dari beragam dampak, baik positif maupun negatif yang otomatis muncul bersamaan ini menuntut pemerintah daerah setempat untuk memberi alternatif jawaban atas ilustrasi pertanyaan seperti ini :
1. Sudahkah pernah dilakukan kajian yang mendalam dan komprehensif untuk menjawab fenomena sosial dan alam yang berbenturan ini??
2. Bagaimana soal soal tuntutan ekonomi diberikan alternatif pemecahannya dan dilakukan secara simultan?
3. Sudahkah sosialisasi aspek hukum dan regulasi terkait ini dilakukan? Agar terjalin komunikasi dua arah yang harmonis dan menghindarkan potensi kerawanan sosial.
Dalam hal ini, bukan maksud penulis untuk mengadili kenyataan manusia, bukan pula menjawab perseteruan yang terjadi melainkan secara moderat hanya mengajak seluruh stake holder dan pemangku kebijakan untuk berpikir bahwa perseteruan ekonomi dan alam tidak akan pernah selesai dengan egosentris masing masing dan salim kancil tidak perlu terulang. Wassalam. (PENULIS TANPA GELAR)