Armenia dan Azerbaijan, yang berusaha mencapai perjanjian damai setelah tiga dekade terlibat konflik, saling bertukar senjata pada hari Rabu (19/06) setelah Prancis berjanji untuk memasok senjata jenis terbaru ke Yerevan.
Prancis, suararepubliknews.com – Kedua negara di Kaukasus (sebuah wilayah geografis yang terletak di perbatasan antara Eropa Timur dan Asia Barat. Secara geografis, Kaukasus terletak di antara Laut Hitam di barat, Laut Kaspia di timur, dan Pegunungan Kaukasus yang membentang dari Laut Hitam hingga Laut Kaspia) Selatan ini dalam beberapa bulan terakhir telah berusaha untuk mewujudkan sebuah kesepakatan, termasuk demarkasi perbatasan, dimana Armenia setuju untuk menyerahkan empat desa perbatasan yang disengketakan kepada Azerbaijan.
Janji Kontroversial Prancis: Pasokan Senjata Baru untuk Armenia
Pernyataan Menteri Pertahanan Prancis Sebastien Lecornu pada hari Selasa bahwa Paris akan mengirimkan howitzer self-propelled CAESAR ke Armenia mengundang kritik tajam dari Azerbaijan. “Kami tidak menganggap kebijakan Prancis terhadap Kaukasus Selatan efektif. Ini adalah kebijakan yang berbahaya,” kata Hikmet Hajiyev, penasihat kebijakan luar negeri untuk Presiden Azerbaijan Ilham Aliyev, kepada media Azerbaijan. “Ini merupakan tamparan bagi regulasi hubungan antara Azerbaijan dan Armenia.”
Respon Diplomatik Armenia: Hak Berdaulat dan Persenjataan
Kementerian Luar Negeri Armenia menanggapi bahwa itu adalah “hak berdaulat setiap negara untuk mempertahankan angkatan bersenjata yang dilengkapi dengan aset militer modern.” Hal itu mendorong kementerian luar negeri Azerbaijan untuk membalas lebih lanjut bahwa tindakan Armenia “tidak berdasar dan merupakan ancaman bagi Azerbaijan.”
Ketegangan Meningkat: Ancaman dan Respons Azerbaijan
Armenia dan Azerbaijan telah berperang sebanyak dua kali sejak runtuhnya kekuasaan Soviet pada awal 1990-an, dan Azerbaijan berhasil merebut kembali sebagian besar wilayahnya pada tahun 2020. Dilansir dari mendia Reuters, pasukan Azerbaijan tahun lalu merebut wilayah yang disengketakan di Nagorno-Karabakh, yang merupakan fokus utama dari konflik yang telah berlangsung lama. Sebagian besar penduduk etnis Armenia di wilayah itu melarikan diri ke Armenia.
Konsekuensi Kemanusiaan: Pengungsi dan Dampak di Nagorno-Karabakh
Prancis memiliki komunitas diaspora Armenia yang besar, dan secara turun-temurun merupakan salah satu pendukung utama Yerevan di Eropa. Armenia secara resmi bersekutu dengan Rusia, tetapi dalam beberapa tahun terakhir telah beralih ke negara-negara Barat, menuduh Moskow gagal melindunginya. Rusia menolak kritik tersebut dan telah memperingatkan Armenia agar tidak main mata dengan negara-negara Barat. (Stg)