PONDOKAREN- Unit Pelayanan Teknis (UPT) Pengelolaan Air Minum (PAM) Dinas Cipta Karya dan Tata Ruang (DCKTR) Kota Tangerang Selatan melakukan sosialisasi Dampak Pemanfaatan Air Tanah terhadap Lingkungan.
Sekretaris DCKTR Kota Tangerang Selatan Hadi Widodo menjelaskan menurut data Informasi Kinerja Pengelolaan Lingkungan Hidup Daerah (IKPLHD), masyarakat Kota Tangerang Selatan terbagi tiga sumber konsumsi air. ”Pertama, berlangganan air dengan PAM sebanyak 3,74 persen. Kedua, air kemasan sebanyak 14,42 persen dan terakhir, penggunaan air sumur sebanyak 81,84 persen,” terangnya saat ditemui di Kawasan Perkantoran Lengkong Wetan, Kecamatan Serpong, Rabu (13/11).
Hadi menambahkan tingginya penggunaan air sumur, apabila tidak dikelola penggunaan dan pemanfaatannya dapat menyebabkan dampak negative, seperti penurunan jumlah debit air, penurunan muka air tanah, intrusi air laut, dan penurunan mutu air tanah. ”Melalui UPT PAM, kami melakukan sosialisasi dampak pemanfaatan air tanah. Gunanya, meningkatkan kesadaran masyarakat tentang pentingnya pengelolaan air tanah yang berkelanjutan,” tukasnya.
Terpisah, Kepala UPT PAM DCKTR Kota Tangerang Selatan M. Hafiz menerangkan air tanah merupakan sumber daya alam yang dapat diperbarui, tetapi membutuhkan waktu puluhan tahun atau bahkan berabad-abad untuk pulih setelah terkuras.
Masyarakat di Kota Tangerang Selatan, sambung Hafiz, masih mengutamakan konsumsi air tanah sebagai sumber air bersih, seperti minum, memasak, mandi, dan mencuci. Namun, tidak semua wilayah memiliki kualitas air tanah yang baik. ”Air tanah dapat terkontaminasi oleh bahan kimia tertentu, seperti arsenik, nitrat, dan merkuri, yang berasal dari aktivitas manusia, pembuangan limbah industri, kebocoran tangki penyimpanan bahan bakar, atau rembesan dari tempat pembuangan sampah,” terangnya dihadapan para tamu undangan sosialisasi di Aula Kelurahan Parigi, Kecamatan Pondokaren, Selasa (29/24) beberapa waktu yang lalu.
Air tanah yang terkontaminasi, lanjut Hafiz, dapat menimbulkan berbagai masalah kesehatan, seperti diare, typus, hepatitis, dan kolera. Kasus kejadian penyakit akibat sumber air tercemar. Berdasarkan studi United Nations Children’s Fund (UNICEF) tahun 2022 lalu, hampir 70 persen dari 20.000 sumber air minum rumah tangga yang diuji di Indonesia tercemar limbah tinja dan turut menyebabkan penyebaran penyakit diare. ”Untuk itu, kami mengajak hidup sehat berkat sanitasi yang tepat. Bumi selamat berkat pilihan kita yang cermat,” tandasnya. (ADV)