Jakarta, Juli , Liputan Nusantara (LN). Kecukupan pemenuhan pangan sehat merupakan tanggung jawab keluarga. Di tengah gejolak krisis pangan dunia, bisa jadi ikut prihatin. Bukan karena melihat langkanya bahan pangan,tetapi adanya kesia-siaan lahan,kebun ,pekarangan tidur. Belum lagi banyaknya potensi kecukupan pangan dari pemanfaatan media,pupuk serta waktu luang yg dapat jadi solusi kelimpahan pangan dari alam untuk keluarga. Demikian disampaikan RB Sutarno Ketua komunitas Lovely Garden, Don Bosco, Paroki Danau Sunter. Rabu 19 Juli melalui WAG-nya.
Lovely Garden, kebun di tengah kota
Apa itu urban farming? Menurut Bareja (2010) urban farming atau urban agriculture adalah kegiatan budi daya tanaman atau memelihara hewan ternak didalam maupun disekitar wilayah kota kecil untuk memperoleh bahan pangan atau kebutuhan lain dan tambahan finansial. Urban farming merupakan strategi pemanfaatan lahan sempit untuk menghasilkan bahan makanan segar sebagai supaya pemenuhan ketersediaan pangan perkotaan dan dapat meningkatkan akses fisik karena sifatnya memperpendek proses distribusi dan dapat meningkatkan akses ekonomi rumah tangga melalui pendapatan rumah tangga. Semakin cepat alih fungsi lahan pertanian menjadi permukiman dan bangunan komersil, membuat lahan pertanian saat ini kian terbatas. Menurut data World Bank, sebanyak 56% populasi dunia tinggal di kota-kota.
Urban farming, pertanian di hunian padat
Angka itu diperkirakan akan tumbuh hingga 70% pada tahun 2050. Ketika dunia menjadi semakin urban sementara daerah pedesaan berkurang populasinya, beberapa dari kita mungkin bertanya-tanya, di mana kita akan menumbuhkan pasokan pangan dunia jika tidak ada orang yang tinggal dan bekerja di lahan pertanian? urbanisasi yang semakin meningkat membuat lahan pertanian semakin menyusut. Hal itu membuat konsep urban farming dinilai bisa menjadi salah satu solusi nyata mewujudkan ketahanan pangan khususnya bagi masyarakat perkotaan. Cara bertanam yang tidak memerlukan lahan yang luas ini cocok dikembangkan di perkotaan. Kini telah banyak beredar beragam jenis alat praktis berupa mesin siap pakai untuk digunakan dalam mempraktikkan pertanian di perkotaan bersistem hidroponik yang memudahkan proses bertani.
Demikanlah yang dilakukn RB Sutarno ketua team komunitas Lovely Garden, Don Bosco, Paroki Danau Sunter , suatu wujud kebun di tengah kota tumbuh dari ide seorang wanita, bernama Lanneke untuk Kebun Edukasi serta ketahanan pangan dan Setara Mandiri mendapat dukungan dari berbagai pihak intern ( Pastur, Dewan Paroki ) juga pihak masyarakat serta Pemerintah dan Dinas Terkait. Saat ini, sedang berlangsung suatu corak hidup yang memberikan banyak kemudahan namun juga melahirkan dampak negatif bagi kehidupan umat manusia. Kualitas relasi antar anggota keluarga dan pola konsumsi seseorang telah banyak mengalami pergeseran, yang pada akhirnya menuju pada situasi ekologi yang semakin memprihatinkan kata Sutarno.
Maka sejatinya sambung Sutarno lagi, keluarga menjadi tempat tumbuhnya harapan bagi seseorang, terutama generasi masa depan (anak-anak), untuk mendapatkan kesempatan dalam membangun kesadaran akan realitas konkrit. Di tengah keluarga, setiap anggotanya mendapat ruang untuk saling belajar budaya makan sehat, serta membangun pola hidup ekologis, untuk membangun ketahanan hidup yang integral di masa mendatang.
Sebuah studi baru yang diterbitkan para peneliti di Universitas Lancaster Inggris pada Rabu (8/7/’20) menunjukkan bahwa dalam banyak studi kasus, konsep urban farming bisa berjalan produktif. Hasil penelitian terbaru yang diterbitkan pada jurnal Earth’s Future, menunjukkan bahwa teknik berkebun Urban Farming termasuk sistem Hidroponik dan pertanian vertikal atau indoor farming dapat menghasilkan produksi yang sama dengan sistem pertanian tradisional di daerah pedesaan. Para peneliti dari Universitas Lancaster Inggris tersebut berusaha meneliti lebih lanjut terkait ledakan populasi perkotaan dan dampaknya terhadap ketahanan pangan di masa depan mengingat lingkungan akan semakin urban. Mereka juga mengkaji kesiapan perkotaan untuk menerapkan sistem pertanian.
Dalam proses penelitian, tim riset yang dipimpin oleh seorang ilmuwan dalam bidang lingkungan, Florian Payen menganalisis output dari kedua ruang hijau perkotaan seperti taman komunitas serta area “ruang abu-abu” seperti atap bangunan dan fasad(depan atau muka) yang belum digunakan untuk menanam pangan, namun berpotensi untuk ditanami. Seorang ilmuwan lingkungan di AgroParisTech, Erica Dorr mengatakan kepada ScienceDaily bahwa bukti adanya potensi untuk meningkatkan ketahanan pangan di wilayah perkotaan semakin tumbuh pesat “Persis seperti yang kita tunggu dan harapkan di komunitas penelitian pertanian perkotaan,” ujar Erica Dorr. Informasi tersebut menjadi kabar baik bagi semua orang di desa maupun di kota. Urban farming dinilai menjadi salah satu solusi nyata mewujudkan ketahanan pangan khususnya bagi masyarakat perkotaan yang tidak memerlukan lahan luas.
Disisi lain, Kepala Dinas Ketahanan Pangan dan Pertanian ( KPKP) Provinsi DKI Jakarta Suharini Eliawati bersama jajarannya fokus mengembangkan urban farming di beberapa sasaran, dari rumah susun, RPTRA (Ruang Publik Terpadu Ramah Anak), sekolah, kelompok tani, perkantoran, lahan tidur/lahan kosong, hingga lahan laut. “Konsep pertanian berbasis ruang akan lebih mengintensifkan lahan sempit dengan pendekatan pertanian vertikal. Bahkan bisa juga memanfaatkan ruang tanpa lahan, seperti atap gedung, dinding bangunan, pinggir jalan, dan lain-lain. Sampai saat ini, sudah ada beberapa inisiatif pertanian perkotaan, baik yang diinisiasi oleh pemerintah maupun kegiatan lembaga non-pemerintah dan masyarakat,”ujar Suharini.
“Konsep pertanian berbasis ruang lanjut Suharini Eliawati Kepala Dinas Ketahanan Pangan dan Pertanian (KPKP) DKI Jakarta ini,akan lebih mengintensifkan lahan sempit dengan pendekatan pertanian vertikal. Bahkan bisa juga memanfaatkan ruang tanpa lahan, seperti atap gedung, dinding bangunan, pinggir jalan, dan lain-lain. Sampai saat ini, sudah ada beberapa inisiatif pertanian perkotaan, baik yang diinisiasi oleh pemerintah maupun kegiatan lembaga non-pemerintah dan masyarakat,” tutup Suharini.( Ring-o)