Kepentingan Publik Terancam oleh Praktik yang Diduga Ilegal, Penegakan Hukum Diperlukan Segera
Tangerang, suararepubliknews.com – 20 Agustus 2024, Pembangunan Jalan Ki Hajar Dewantoro di Kelurahan Gondrong, Kecamatan Cipondoh, Kota Tangerang, yang semula diharapkan membawa manfaat besar bagi masyarakat, kini menjadi sorotan negatif. Proyek yang dibiayai APBD Kota Tangerang Tahun Anggaran 2024 dengan nilai kontrak Rp. 1.937.575.000,00 ini diduga terlibat dalam praktik jual beli tanah uruk yang merugikan publik.
Proyek yang dijalankan oleh PT Srikandi Megah Seraya, pemenang tender yang ditunjuk untuk melaksanakan pengerjaan konstruksi badan jalan beton bertulang dan pembangunan talud, kini tercoreng oleh isu tidak sedap. Dugaan adanya jual beli tanah uruk yang melibatkan warga sekitar telah memunculkan kekhawatiran akan adanya penyimpangan serius dalam pelaksanaan proyek ini.
Warga Mengungkap Praktik Jual Beli Tanah Uruk
Salah satu warga yang ditemui oleh media pada Kamis (01/08/2024) menyatakan bahwa tanah uruk hasil galian proyek telah dijual dengan harga Rp. 60.000 per rit truk. Rinciannya, Rp. 20.000 diberikan kepada organisasi masyarakat (ormas) setempat, dan Rp. 40.000 kepada Ketua RW. Namun, ketika diminta untuk mengungkap pihak yang menjual tanah tersebut, warga tersebut menolak memberikan jawaban lebih lanjut.
Pernyataan ini sangat mencurigakan dan menunjukkan adanya praktik yang tidak transparan serta berpotensi melanggar hukum. Jika benar adanya, tindakan ini tidak hanya melanggar etika, tetapi juga mencerminkan bagaimana kepentingan pribadi telah menggerogoti kepentingan publik yang lebih luas.
Mandor dan Ketua RW Menghindar, Indikasi Kuat Adanya Praktik Ilegal
Upaya media untuk menggali lebih dalam dugaan ini terhalang ketika mandor pelaksana dari PT Srikandi Megah Seraya tidak dapat ditemui di lokasi proyek. Seorang pekerja yang tidak ingin disebutkan namanya mengaku tidak mengetahui adanya praktik jual beli tanah uruk. Ia justru menyarankan untuk menghubungi Ketua RW setempat, Pak Sopian, yang memiliki peran dalam mengatur pertemuan dengan pengawas lapangan.
Namun, ketika ditemui, Pak Sopian tidak memberikan klarifikasi yang melegakan. Sebaliknya, ia bersikap tidak bersahabat dan bahkan mengancam akan mengundang ormas jika temuan ini dipublikasikan. Tindakan ini memperkuat dugaan bahwa ada sesuatu yang disembunyikan terkait praktik jual beli tanah uruk ini. Ancaman semacam ini tidak hanya melanggar kebebasan pers, tetapi juga menambah kecurigaan bahwa ada unsur-unsur kriminal dalam proyek yang seharusnya berlandaskan pada transparansi dan akuntabilitas.
PT Srikandi Megah Seraya Bungkam, Transparansi Dipertanyakan
Awak media juga telah berusaha menghubungi pihak PT Srikandi Megah Seraya melalui pesan WhatsApp pada Jumat (02/08/2024) untuk mendapatkan klarifikasi terkait dugaan jual beli tanah uruk ini. Namun, hingga berita ini diturunkan, pihak kontraktor belum memberikan tanggapan. Sikap diam ini semakin memicu dugaan bahwa ada praktik tidak wajar yang perlu diungkap dan ditindak tegas oleh aparat penegak hukum.
Krisis Kepercayaan Publik: Perlunya Penegakan Hukum yang Tegas
Kasus ini menimbulkan pertanyaan besar mengenai integritas dan transparansi dalam pelaksanaan proyek-proyek infrastruktur di Kota Tangerang. Ketika proyek yang seharusnya memberikan manfaat bagi masyarakat justru diduga dimanfaatkan untuk keuntungan segelintir pihak, maka kepercayaan publik terhadap pemerintah dan kontraktor yang terlibat akan semakin tergerus.
Penegakan hukum yang tegas serta investigasi mendalam sangat diperlukan untuk memastikan bahwa tidak ada penyimpangan lebih lanjut. Keterlibatan pihak berwenang dalam mengusut tuntas kasus ini akan menjadi indikator penting apakah praktik-praktik semacam ini bisa ditekan, atau justru dibiarkan terus merajalela di tengah masyarakat yang semakin resah.
Proyek ini, yang semula dipandang sebagai upaya untuk meningkatkan infrastruktur, kini berada di bawah bayang-bayang kecurangan yang mengancam untuk mencederai prinsip-prinsip keadilan dan akuntabilitas dalam pembangunan. Pemerintah Kota Tangerang harus bertindak cepat dan tegas untuk memastikan bahwa kepentingan publik tidak dikorbankan demi keuntungan pribadi yang tidak sah. (Ros/Red)